Kamis, 02 Januari 2020

Sejarah [Kerajaan] Kediri Terlengkap

. [Kerajaan] Kediri meliputi Berdirinya [Kerajaan] Kediri, Raja-raja, kehidupan ekonomi, sosial, budaya, masa kejayaan & keruntuhan kerajaan kediri, serta prasasti penginggalan [Kerajaan] Kediri.

 adalah sebuah  kerajaan dengan corak Hindu Sejarah [Kerajaan] Kediri Terlengkap
Kerajaan Kediri (Kerajaan Panjalu) adalah sebuah kerajaan dengan corak Hindu-Budha. [Kerajaan] yang berdiri pada tahun 1042 ini merupakan bagian dari kerajaan yang lebih besar, yaitu [Kerajaan] Mataram Kuno (Wangsa Isyana), & pusat kerajaannya terletak di tepi sungai Brantas yang merupakan jalur pelayaran besar pada masa itu.

1. Berdirinya [Kerajaan] Kediri

Pada tahun 1019, Airlangga berhasil naik menjadi raja Medang Kamulan. Saat sedang memerintah, Airlangga berhasil mengembalikan kewibawaan Medang Kamulan & akhirnya memindahkan pusat pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga memerintahkan kerajaan untuk dibagi menjadi dua bagian. Pembagian itu dilakukan oleh Mpu Bharada, Brahmana yang terkenal sakti. Dua kerajaan yang terbelah tadi lalu dikenal sebagai Jenggala (Kahuripan) & Panjalu (Kediri) & dipisahkan oleh gunung Kawi & Sungai Brantas. Kejadian ini kemudian dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang, & kitab Negarakertagama. Meskipun tujuan awal Airlangga memecah kerajaan menjadi dua adalah agar tidak ada perebutan kekuasaan, pada praktiknya kedua putra Airlangga tetap bersaing bahkan setelah mereka masing-masing diberi kerajaan sendiri.

Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang & delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, & Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, & ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala & diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang [Kerajaan] Airlangga, yaitu Garuda Mukha. 

Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala & Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri. Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama [Kerajaan] Kediri.

Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan & menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. & yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah & Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.

2. Raja-Raja Kerajaan Kediri

  1. Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
  2. Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
  3. Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), & prasasti Tangkilan (1130).
  4. Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), & Kakawin Bharatayuddha (1157).
  5. Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) & prasasti Kahyunan (1161).
  6. Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
  7. Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
  8. Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) & Kakawin Smaradahana.
  9. Sri Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, & Pararaton.


3. Kehidupan Ekonomi

Kediri merupakan kerajaan agraris & maritim. Masyarakat yang hidup di daerah pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman [Kerajaan] Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.

Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan & pelayaran. Pada masa itu perdagangan & pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah melakukan hubungan dagang dengan Maluku & Sriwijaya.

Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas & campuran antara perak, timah, & tembaga sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman & daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman & daerah pesisir.

4. Kehidupan Sosial Budaya

Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih & rapi. dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa & Buddha.

Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat & harta bendanya, tetapi berdasarkan moral & tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai & menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya & Hariwangsa.

Pada masa pemerintahan Kameswara juga ditulis karya sastra, antara lain sebagai berikut.


  1. Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
  2. Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja. Kitab itu berisi pujian kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
  3. Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa & rohnya diangkat ke surga.

Selain karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain yang ditulis pada zaman Kediri, antara lain sebagai berikut.
  1. Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong & sakti. Kresna akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
  2. Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Adakalanya cerita itu dijumpai dalam bentuk relief pada suatu candi. Misalnya, cerita Kresnayana dijumpai pada relief Candi Jago bersama relief Parthayajna & Kunjarakarna.

5. Masa Kejayaan [Kerajaan] Kediri

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh [Kerajaan] Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai [Kerajaan] Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, [Kerajaan] Kediri semakin disegani pada masa itu.

6. Runtuhnya [Kerajaan] Kediri
 
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama & memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.


Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, [Kerajaan] Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol & pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang [Kerajaan] Kediri.

Baca pula : 22 Nama [Kerajaan] di Indonesia Lengkap beserta Sejarah & Raja

7. Prasasti Peninggalan [Kerajaan] Kediri

Sejarah tentang kerajaan Kediri diketahui dari beberapa peninggalan [Kerajaan] Kediri, salah satunya dari prasasti [Kerajaan] Kediri. Berikut prasasti-prasastinya.

Prasasti Sirah Keting
Prasasti ini berisi tentang pemberian penghargaan berupa tanah dari Jayawarsa kepada rakyat desa sebab telah berjasa.

Prasasti di Tulungagung & Kertosono
Kedua prasasti ini berisi tentang masalah keagamaan. Kedua prasasti ini berasal dari Raja Kameshwara.

Prasasti Ngantang
Prasasti ini berisi tentang pemberian hadiah berupa tanah nan dibebaskan dari pajak oleh Jayabaya. Prasasti ini ditujukan buat rakyat Desa Ngantang sebab telah mengabdi buat Kemajuan Kediri.

Prasasti Jaring
Prasasti ini dibuat oleh Raja Gandra. Isinya ialah nama-nama nan berasal dari nama hewan, seperti Tikus Jinada, Kebo Waruga, & sebagainya. Hal ini memunculkan adanya birokrasi kerajaan.

Prasasti Kamulan
Prasasti ini berisi tentang peristiwa dikalahkannya musuh oleh Kediri di istana Katang-Katang.

Prasasti Padelegan
Prasasti ini dibuat oleh Raja Kameshwara guna mengenang rasa bakti penduduk Padelegan pada raja.

Prasasti Panumbangan
Prasasti ini berisi tentang pemberian anugerah raja buat penduduk Panumbangan sebab telah mengabdi kepada rakyat.

Prasasti Talan
Prasasti ini berisi tentang diberikannya hak istimewa oleh raja kepada penduduk Desa Talan dengan cara membebaskan rakyat dari pajak.

Prasasti Ceker
Prasasti ini berisi tentang anugerah raja nan diberikan kepada penduduk Desa Ceker sebab telah mengabdi buat kemajuan Kediri.

Demikian artikel tentang Kerajaan Kediri meliputi Berdirinya [Kerajaan] Kediri, Raja-raja, kehidupan ekonomi, sosial, budaya, masa kejayaan & keruntuhan kerajaan kediri, serta prasasti penginggalan [Kerajaan] Kediri. Semoga bermanfaat...